Saat ini musim penghujan sudah mulai, kita tentu mudah mengalami masalah/gangguan kesehatan, seperti batuk dan pilek misalnya. Namun, ada hal yang perlu kita waspadai bersama yakni penyakit demam berdarah dengue (DBD). Kecenderungan kasus DBD meningkat pada musim hujan. Data 2 tahun terakhir ini di wilayah Badung dan Kodya Denpasar kasus DBD semakin terus menunjukkan peningkatan, bahkan mengakibatkan kematian. Apa dan bagaimana DBD itu? Bagaiamana pula cara pencegahannya?
Demam berdarah disebabkan oleh virus dengue, yang termasuk golongan arbovirus. Penyakit ini ditularkan melalui (vektor) gigitan nyamuk Aedes Aegypti. Nyamuk ini bersarang di tempat-tempat yang berisi air jernih dan tawar seperti bak mandi, drum penampung air, kaleng bekas dan lain sebagainya. Bahkan vas bunga dan tempat minum burungpun dapat sebagai tempat bersarangnya. Adanya nyamuk ini berhubungan erat dengan beberapa faktor antara lain : kebiasaan masyarakat menampung air bersih untuk keperluan sehari-hari, sanitasi lingkungan yang kurang baik dan penyediaan air bersih yang langka.
Daerah yang rawan terjadinya DBD adalah daerah yang penduduknya padat. ini dikarenakan jarak terbang nyamuk Aedes Aegypti sepanjang 40 – 100 meter serta nyamuk betinanya mempunyai kebiasaan menggigit beberapa orang secara bergantian dalam waktu singkat (multiple biters). Nyamuk ini biasanya menggigit di dalam rumah pada siang hari.
Gejala Klinis
Gambaran klinis DBD amat bervariasi dari yang ringan sampai yang berat yakni pendarahan sehingga dapat terjadi renjatan/syok. Gejala diawali dengan suhu tubuh yang meningkat tiba-tiba kadang disertai nyeri yang hebat pada otot dan tulang, mual serta muntah. Pada sebagian penderita ditemukan kurve suhu yang bifasik (saddle back fever). Sekitar mata mungkin ditemukan pembengkakan, berair dan kemerahan.
Ruam/bintik kemerahan mula-mula terjadi pada awal demam yang terlihat pada muka dan dada yang berlangsung beberapa jam sehingga seringkali tidak diperhatikan oleh penderita. Ruam berikutnya (terminal rash) mulai antara hari ke 3-6 yang terlihat pada lengan dan kaki yang kemudian menjalar cepat seluruh tubuh. Pada saat suhu tubuh turun kembali nornal ruam ini berkurang dan menghilang. Gejala perdarahan, seperti mimisan, gusi berdarah, bahkan muntah darah dan berak darah pada kasus yang parah dapat terjadi mulai hari ke –3 sakit. Saat demam turun antara hari ke 3 dan hari ke 7 kita harus waspadai terhadap terjadinya renjatan/syok.
Bagaimana perawatan penderita DBD? Penderita sebaiknya istirahat total. Dianjurkan minum yang banyak 1,5 sampai 2 liter dalam 24 jam. Dapat berupa susu, air teh ataupun sirup. Bila ada nafsu makan agar diberikan makanan yang lunak.
Untuk mengatasi demam dapat diberikan obat penurun panas golongan parasetamol, bila perlu bisa dikombinasikan dengan kompres es di kepala dan ketiak. Hendaknya dihindarkan pemakaian aspirin/acetosal karena bahaya perdarahan.
Pencegahan
Untuk memutuskan rantai penularan , pemberantasan vektor dianggap cara yang paling memadai saat ini. Nyamuk Aedes Aegypti sebenarnya mudah diberantas oleh karena sarangnya yang terbatas di tempat yang berisi air bersih dan jarak terbangnya maksimum 100 meter. Tetapi karena vektor tersebar luas, untuk keberhasilan pemberantasan diperlukan total coverage (meliputi seluruh wilayah) agar nyamuk tidak berkembang biak lagi. Usaha ini dapat dilakukan dengan cara menutup tempat penampungan air rapat-rapat, menguras bak mandi, tempayan seminggu sekali serta mengubur/menutup barang-barang yang mungkin dapat menjadi tempat bersarangnya nyamuk seperti botol pecah, kaleng bekas dan ban. Sebaiknya vas bunga dan tempat minum burung dibersihkan setidaknya satu kali seminggu.
Selain itu pemberantasan vektor dapat dilakukan dengan menggunakan insektisida. Yang sering digunakan dalam Program Pemberantasan DBD adalah bubuk Abate (temephos) untuk membunuh jentik dan melakukan fogging dengan malathion untuk membunuh nyamuk dewasa.
Abate ditaburkan pada tempat penampungan air dengan dosis 1 ppm atau 1 gram Abate untuk 10 liter air. Cara ini sebaiknya diulangi dalam jangka waktu 2-3 bulan. Fogging dilakukan dengan malathion dosisnya 438 gram/ha, dilakukan di dalam rumah dan sekitar rumah dengan menggunakan larutan 4% dalam solar atau minyak tanah.
Demam berdarah disebabkan oleh virus dengue, yang termasuk golongan arbovirus. Penyakit ini ditularkan melalui (vektor) gigitan nyamuk Aedes Aegypti. Nyamuk ini bersarang di tempat-tempat yang berisi air jernih dan tawar seperti bak mandi, drum penampung air, kaleng bekas dan lain sebagainya. Bahkan vas bunga dan tempat minum burungpun dapat sebagai tempat bersarangnya. Adanya nyamuk ini berhubungan erat dengan beberapa faktor antara lain : kebiasaan masyarakat menampung air bersih untuk keperluan sehari-hari, sanitasi lingkungan yang kurang baik dan penyediaan air bersih yang langka.
Daerah yang rawan terjadinya DBD adalah daerah yang penduduknya padat. ini dikarenakan jarak terbang nyamuk Aedes Aegypti sepanjang 40 – 100 meter serta nyamuk betinanya mempunyai kebiasaan menggigit beberapa orang secara bergantian dalam waktu singkat (multiple biters). Nyamuk ini biasanya menggigit di dalam rumah pada siang hari.
Gejala Klinis
Gambaran klinis DBD amat bervariasi dari yang ringan sampai yang berat yakni pendarahan sehingga dapat terjadi renjatan/syok. Gejala diawali dengan suhu tubuh yang meningkat tiba-tiba kadang disertai nyeri yang hebat pada otot dan tulang, mual serta muntah. Pada sebagian penderita ditemukan kurve suhu yang bifasik (saddle back fever). Sekitar mata mungkin ditemukan pembengkakan, berair dan kemerahan.
Ruam/bintik kemerahan mula-mula terjadi pada awal demam yang terlihat pada muka dan dada yang berlangsung beberapa jam sehingga seringkali tidak diperhatikan oleh penderita. Ruam berikutnya (terminal rash) mulai antara hari ke 3-6 yang terlihat pada lengan dan kaki yang kemudian menjalar cepat seluruh tubuh. Pada saat suhu tubuh turun kembali nornal ruam ini berkurang dan menghilang. Gejala perdarahan, seperti mimisan, gusi berdarah, bahkan muntah darah dan berak darah pada kasus yang parah dapat terjadi mulai hari ke –3 sakit. Saat demam turun antara hari ke 3 dan hari ke 7 kita harus waspadai terhadap terjadinya renjatan/syok.
Bagaimana perawatan penderita DBD? Penderita sebaiknya istirahat total. Dianjurkan minum yang banyak 1,5 sampai 2 liter dalam 24 jam. Dapat berupa susu, air teh ataupun sirup. Bila ada nafsu makan agar diberikan makanan yang lunak.
Untuk mengatasi demam dapat diberikan obat penurun panas golongan parasetamol, bila perlu bisa dikombinasikan dengan kompres es di kepala dan ketiak. Hendaknya dihindarkan pemakaian aspirin/acetosal karena bahaya perdarahan.
Pencegahan
Untuk memutuskan rantai penularan , pemberantasan vektor dianggap cara yang paling memadai saat ini. Nyamuk Aedes Aegypti sebenarnya mudah diberantas oleh karena sarangnya yang terbatas di tempat yang berisi air bersih dan jarak terbangnya maksimum 100 meter. Tetapi karena vektor tersebar luas, untuk keberhasilan pemberantasan diperlukan total coverage (meliputi seluruh wilayah) agar nyamuk tidak berkembang biak lagi. Usaha ini dapat dilakukan dengan cara menutup tempat penampungan air rapat-rapat, menguras bak mandi, tempayan seminggu sekali serta mengubur/menutup barang-barang yang mungkin dapat menjadi tempat bersarangnya nyamuk seperti botol pecah, kaleng bekas dan ban. Sebaiknya vas bunga dan tempat minum burung dibersihkan setidaknya satu kali seminggu.
Selain itu pemberantasan vektor dapat dilakukan dengan menggunakan insektisida. Yang sering digunakan dalam Program Pemberantasan DBD adalah bubuk Abate (temephos) untuk membunuh jentik dan melakukan fogging dengan malathion untuk membunuh nyamuk dewasa.
Abate ditaburkan pada tempat penampungan air dengan dosis 1 ppm atau 1 gram Abate untuk 10 liter air. Cara ini sebaiknya diulangi dalam jangka waktu 2-3 bulan. Fogging dilakukan dengan malathion dosisnya 438 gram/ha, dilakukan di dalam rumah dan sekitar rumah dengan menggunakan larutan 4% dalam solar atau minyak tanah.